Wednesday, February 13, 2019

Are Buying Books Worth It Or It's Just A Waste Of Money?


Reading Book
Baru saja, beberapa jam yang lalu saya sedang workout di gym, ya, gym dekat rumah. Sepulangnyya dari gym terbesit di pikiran saya untuk ya jalan-jalan sebentar keliling-keliling naik vespa excel 150 saya, yang saya beri nama si Axel. 

Langsung teringat ketika saya sedang berkendara menaiki si Axel ini, untuk mampir ke salah satu toko buku Togamas yang baru-baru ini dbuka di kawasan Sukarno Hatta, Malang. Yaa paling tidak untuk merefresh pikiran lah sambil ngecek-ngecek buku barangkali ada yang saya tertarik, atau paling tidak ngecek-ngecek alat gambar atau kalo nemu update alat gambar supaya semangat ngegambar lagi, ya, menggambar adalah hobi saya, and I can say I have an outstanding skill in art and drawing

Jarak toko buku Togamas ini dari tempat gym latihan saya kurang lebih ya 15-20 menit an lah. Tidak terlalu jauh, meskipun biasanya saya membeli buku kalau tidak di Gramedia, ya di Bayaqub yang berlokasi di dekat Alun-alun kota, tetapi karena penasaran di Togamas peralatan gambar dan buku-bukunya seperti apa ya langsung saja saya mampir kesana.

Togamas ini kurang lebih mirip dengan RoyalATK campur Gramedia, bisa dibilang versi kecilnya lah, tentunya tidak lebih lengkap dari RoyalATK dan Gramedia namun menjual buku-buku berbagai genre dan versi yang cukup menarik beberapa minat saya ketika berkunjung, buku yang menarik minat seperti peningkatan kualitas SDM tentunya, artinya buku yang bisa merubah dan mengembangkan pola pikir saya lah.

Saya bisa dibilang sering membeli buku, apalagi buku dengan genre islami yang selalu tertuju untuk peningkatan kualitas ahlaq dan pengembangan pribadi. Ya, meskipun dewasa ini everything’s can be digitally learned and the most important for free, tetapi tetap saja saya masih selalu membeli buku fisik yang saya tertarik. Selain sensasi membacanya yang mudah dan tidak lebih merusak mata dibanding membaca di smartphone atau desktop/laptop, membaca buku fisik jujur saja membuat saya lebih meng calm the mind

Saya pernah dengar kutipan tentang membeli buku juga, yang katanya “Membuang uang untuk ilmu tidak akan pernah merugi”. Ya… begitu juga menurut saya, saya tidak pernah ragu untuk membuang uang saya untuk membeli buku yang genrenya non-entertainment, karena banyak dari orang yang suka membaca buku bergenre fantasy, fiction dsb. 

Menurut saya, kalau ingin menjadi penulis, penggunaan diksi, semantik dan teknik-teknik menulis dari sebuah novel, fiksi dan fantasi tentunya perlu untuk dijadikan ‘bahan bakar’ referensi dunia tulis menulis. Namun, kalau sekedar menjadi hiburan semata, menurut saya rugi karena ilmu praktis dari buku fiksi tidak lebih banyak ketimbang buku fakta (biografi, otobiografi, sejarah, motivasi, psikologi dll). 

Bukan berarti benar-benar merugi, toh si pembeli buku tentunya punya motif masing-masing ketika membeli buku. Bisa jadi dengan membaca buku fiksi tersebut, si pembaca lebih termotivasi untuk melakukan sesuatu, menjadi ‘stimulus’ dari action positif yang dilakukan si pembaca. 

Seperti toh contohnya, orang hebat dari Indonesia yang saya kagumi, Irman Usman, co founder dari Ruang Guru – startup platform pendidikan digital yang terkenal. Irman bisa mengimprove kemampuan bahasa inggrisnya dari menyukai dan membaca seri novel Harry Potter dengan versi bahasa inggris, karena saking inginnya mencuri start, dibanding kawan-kawannya waktu itu, untuk membaca versi yang lebih baru. Dan yes Irman bilang, dia bukan orang yang punya kemampuan ekonomi yang tinggi. Bukankah ini makna sebenarnya dari ‘jendela dunia’?

Yahhh, opsi untuk belajar ya memang bisa dilakukan dari mana saja sih. Contoh lain juga Rich Brian atau Rich Chigga yang bisa fluent sekali bercakap bahasa inggrisnya hanya dengan mempelajarinya lewat Youtube, dan terdengar seperti native malah. Human really are amazing, and I want to be like that also even it’s not yet.

Mungkin sampai sini saja deh diskusi dan sharing nya ya? Saya dari awal juga tidak berniat untuk menjabarkan secara formal alasan-alasan kenapa bisa dibilang masih layak membeli buku fisik atau opsi lain membeli e-book versi Kindle yang bisa didapatkan dengan setengah harga buku fisiknya. Tetapi paling tidak bisa memunculkan diskusi-diskusi baru tentang, kenapa masih dibilang layak membeli buku fisik menurut masing-masing pengalaman individu. Dan ini lah sebagian dari saya.

Meskipun masih belum bisa menjadikan membaca buku fisik sebagai rutinitas, karena porsi saya membaca di depan atau menonton Youtube untuk belajar didepan laptop lebih banyak ketimbang membaca buku, tetapi saya masih ingin menjadikan membaca sebagai program rutin one week one book saya. Wish me luck! Also all haill my everyday writing days!

1 comment: